Sunday, October 08, 2006

Jangan Marah tapi Sabarlah !

Dulu, saya permah memberi komentar pendek sebagai tambahan di blognya Mas Hartanto tentang tulisannya menyangkut tentang ‘sabar’ yang seharusnya ada sedikit penjelasannya. Dan saya mencoba “share” dengan menuliskannya lagi disini dengan sedikit tambahan yang mudah-mudahan ada manfaatnya untuk dijadikan sebuah renungan.

“Suatu ketika saya sangat ingin marah, dan saya mencoba sabar dengan mengendalikannya untuk tidak marah, kendatipun rasa "nggrudel" marah itu masih ada. apakah saya sudah merasa sabar? ternyata tidak!
Ketika saya merasa sudah sabar, saya sebenarnya hanya menahan diri untuk tidak emosi, belum sesungguhnya menjadi orang yang sabar. Sekarang saya sedang mencoba belajar untuk untuk menjadi orang yang sabar tanpa harus merasa bersabar.”

Mencoba yang demikian itu ternyata tidak mudah, dan sesungguhnya memerlukan sebuah proses pelatihan yang panjang. Menjadi sabar tanpa harus merasa bersabar hanya bisa terjadi kalau sabar itu sudah menjadi sifat. Sedangkan sifat seseorang itu akan dapat berubah kalau melalui proses pelatihan yang selalu berulang berkali-kali.

Sabar sangat erat kaitannya dengan ikhlas. Ikhlas itu dapat diibaratkan seperti sebuah pengorbanan mencintai para putra-putri anda. Baik ataupun buruk, anda akan tetap mencintai tanpa merasa terbebani. Atau seperti ketika anda dengan tanpa merasa terbebani memberikan uang 500 perak kepada pengamen jalanan. Tapi ikhlaskah kalau memberi 1000 perak? Mungkin ikhlas tapi dengan terpaksa karena adanya uang kecil hanya uang 1000 perak. Dan juga sanggupkah kalau mencintai para anak yatim yang bukan anak anda, seperti anda mencintai putra-putri sendiri. Untuk itulah kita masih harus belajar agama dan filosofi spiritual.

Kembali kepada ”sabar yang sebenarnya”, untuk dapat mencapai sifat yang demikian kita sudah harus memulainya dengan belajar mencapainya. Yang demikian ini sebenarnya bisa dimulai dengan menyikapi dan memahami setiap kondisi baik dan buruk yang membebani perasaan kita, seperti halnya dengan sangat memahami tentang baik dan buruknya putra-putri anda. Mengapa kita bisa dengan mudah dan tanpa beban memahami baik buruknya putra-putri kita sendiri. Jawabannya adalah karena kita tahu persis setiap sebab dan akibatnya serta latar belakang mengenai baik dan buruknya dan keikhlasan kita untuk rela berkorban.

Harus kita akui dengan jujur, bahwa kesabaran adalah hal yang paling sulit ditegakkan dan kalau kita tidak dapat bersabar dalam arti sesungguhnya, bagaimana kita akan ikhlas mau berkorban atau memberi maaf atas kesalahan orang kepada kita?

Dengan meminjam istilahnya Gus Dur “memang mudah mengatakan dalam bentuk kata-kata, tapi sulit dilaksanakan, bukan?”

0 Comments:

Post a Comment

<< Home